Karangan MAJALAH JENDELA SMK SATYA WIDYA Surabaya
HARI KARTINI.
Oleh: Drs.Hery Musika Djaya, MM.
Abad pertengahan, suatu jaman kebangkitan persamaan derajat bagi kaum hawa. Sebelumnya wanita hanya ditempatkan sebagai "konco wingking". Artinya wanita hanya diposisikan urutan setelah pria. Karenanya dalam masyarakat primodial wanita hanya mengikuti pria, "suwarga nunut, neraka katut."
Abad pertengahan lah geliat kaum hawa menggegana, menggedor, mendobrak tirai-tirai budaya primodial, budaya kelas dan budaya diskriminasi.
Di Indonesia, kala abad 16-17-18 hingga abad 19, kentalnya budaya feodal tak bisa membendung hasrat emansipasi. RA Kartini yang hidup ditengah-tengah kehidupan bangsawan Blora, merenung, berpikir tentang keberadaan masyarakat kala itu. Maka untuk mengurai situasi jaman itu, hanya dengan jalan PENDIDIKAN.
Bersama-sama bangsawan yang sepaham, Kartini mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum perempuan kelas bawah. Kendala berdatangan silih berganti, bahkan Kartini sempat dikirim ke negara Belanda. Dan yang paling tidak bisa ditolak adalah Kartini dijodohkan dengan lelaki bangsawan yang sudah beristri. Namun kesemuanya itu tidak menghentikan semangat emansipasi Kartini.
Perjuangan Kartini bersama teman-teman mencatat di memoar dalam bentuk surat-surat. Kumpulan surat-surat ini dikenal dengan nama "Habis Gelap Terbitlah Terang."
Peringatan Hari Kartini untuk mengenang dan meneladani perjuangan Kartini, seluruh rakyat Indonesia memperingatinya. Lembaga pemerintah, lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga lainnya setiap tanggal 21 April senantiasa memeriahkannya.
SMK Satya Widya Surabaya juga mengenang perjuangan Kartini. Lomba busana tradisi, lomba musikalisasi dan segala bentuk dan cara peringatan lainnya.
Intisari peringatan Hari Kartini adalah kesadaran berpendidikan. Pendidikanlah yang bisa mengantar masyarakat bisa maju. Baik wawasan, mental spiritual, ilmu pengetahuan, teknologi, serta peningkatan ekonomi.
Oleh: Drs.Hery Musika Djaya, MM.
Abad pertengahan, suatu jaman kebangkitan persamaan derajat bagi kaum hawa. Sebelumnya wanita hanya ditempatkan sebagai "konco wingking". Artinya wanita hanya diposisikan urutan setelah pria. Karenanya dalam masyarakat primodial wanita hanya mengikuti pria, "suwarga nunut, neraka katut."
Abad pertengahan lah geliat kaum hawa menggegana, menggedor, mendobrak tirai-tirai budaya primodial, budaya kelas dan budaya diskriminasi.
Di Indonesia, kala abad 16-17-18 hingga abad 19, kentalnya budaya feodal tak bisa membendung hasrat emansipasi. RA Kartini yang hidup ditengah-tengah kehidupan bangsawan Blora, merenung, berpikir tentang keberadaan masyarakat kala itu. Maka untuk mengurai situasi jaman itu, hanya dengan jalan PENDIDIKAN.
Bersama-sama bangsawan yang sepaham, Kartini mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum perempuan kelas bawah. Kendala berdatangan silih berganti, bahkan Kartini sempat dikirim ke negara Belanda. Dan yang paling tidak bisa ditolak adalah Kartini dijodohkan dengan lelaki bangsawan yang sudah beristri. Namun kesemuanya itu tidak menghentikan semangat emansipasi Kartini.
Perjuangan Kartini bersama teman-teman mencatat di memoar dalam bentuk surat-surat. Kumpulan surat-surat ini dikenal dengan nama "Habis Gelap Terbitlah Terang."
Peringatan Hari Kartini untuk mengenang dan meneladani perjuangan Kartini, seluruh rakyat Indonesia memperingatinya. Lembaga pemerintah, lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga lainnya setiap tanggal 21 April senantiasa memeriahkannya.
SMK Satya Widya Surabaya juga mengenang perjuangan Kartini. Lomba busana tradisi, lomba musikalisasi dan segala bentuk dan cara peringatan lainnya.
Intisari peringatan Hari Kartini adalah kesadaran berpendidikan. Pendidikanlah yang bisa mengantar masyarakat bisa maju. Baik wawasan, mental spiritual, ilmu pengetahuan, teknologi, serta peningkatan ekonomi.
Komentar
Posting Komentar